Seorang ibu yang menjewer
telinga anaknya agar mau mandi dianggap wajar, padahal tindakan itu berupa
kekerasan fisik. Guru membentak-bentak murid agar mau duduk manis dan
mendengarkan, terjadi di mana pun dan itu dianggap wajar. Padahal guru telah
melakukan kekerasan emosional. Bahkan kekerasan kepada anak sering
"dibungkus" dengan alasan budaya. Misalnya, "Anak-anak di sini harus
dipukul secara fisik agar disiplin karena budaya kita keras".
Di tengah masih derasnya arus
kekerasan seperti itu, diperlukan pendekatan baru, yakni penting menempuh
pendekatan kelembutan terhadap anak. Dan salah satu tempat paling besar
peluangnya untuk melakukan kelembutan terhadap anak adalah sekolah. Maka,
sebaiknya dikembangkan apa yang disebut sekolah ramah anak (SRA). Kunci utama
pembuka kemungkinan SRA tentu guru dan jalan menuju SRA yang harus ditempuh
guru memang sulit, tetapi dapat dicoba.
Seperti yang disampaikan Drs.
Max Halundaka, Kepala Dinas Pendidikan Kota Kupang, saat dihubungi TIMORense
pertelpon mengatakan, kegiatan sekolah Ramah Anak di Kota Kupang ini, terbagi
dalam 5 rayon, yang mana dengan criteria-kriteria yang ada sudah ditetapkan di
5 rayon tersebut sebanyak 20 sekolah dasar, sebagai Sekolah Ramah Anak.
Sementara itu, Robby Ndun,
S.Pd, MM, Kepala Bidang Pendindikan Dasar, Dinas Pendidikan Kota Kupang selaku
penanggungjawab operasional kegiatan Sekolah Ramah Anak di wilayah Kota Kupang,
saat di temui TIMORense di ruang kerjanya mengatakan, Pemerintah bercita-cita
mengembangkan sistem pendidikan yang menyediakan akses pendidikan yang ramah
(SD) dan bermanfaat bagi semua anak. Usia resmi bagi anak-anak untuk dapat
mengikuti pendidikan dasar adalah 6 tahun. Akan tetapi, pendidikan di tingkat
dasar ini belum sepenuhnya menyediakan situasi dan kondisi belajar yang nyaman
dan ramah bagi anak.
Konsep sekolah ramah anak ini
menurut Ndun, didasarkan pada konvensi hak anak yang telah diratifikasi
pemerintah Indonesia. Ini menciptakan antusiasme baru bagi perbaikan sistem
pendidikan. Indonesia telah mengenal dan menangani gagasan-gagasan seperti
sekolah peduli, pendidikan holistis, pendidikan bermanfaat, yang semuanya
memasukkan aspek-aspek dari konsep sekolah ramah anak. Ia mengharapkan, melalui
kegiatan Sekolah Ramah Anak ini, selain dapat mengurangi angka kekerasan
terhadap anak di sekolah, juga dapat menciptakan pendidikan yang berbasis pada
hak anak untuk memperoleh pendidikan dengan nyaman dan ramah.
Karena itu, menurutnya, guru
hendaknya memberi tahu (dan mengajak siswa) tentang pentingnya gerakan
antikekerasan di sekolah. Sekecil apa pun tindak kekerasan terhadap siswa harus
didiskusikan dan dicari penyelesaiannya. Laporan adanya tindak kekerasan juga
perlu diakomodasi cepat dan jangan dibiarkan/tertunda sampai hari berikut.
Langkah lebih lanjut yang menurut Ndun perlu dilakukan pihak sekolah adalah
melibatkan siswa menyusun peraturan sekolah atau mendaftar perilaku yang baik
yang harus ditunjukkan, baik oleh guru maupun siswa, setiap saat. Melibatkan
siswa membuat rambu-rambu atau aturan pasti akan membuahkan hal yang amat
mengejutkan bagi banyak guru. "Selama ini aturan sekolah disusun hanya
oleh sekolah (kepala sekolah dan guru), padahal seharusnya dibuat oleh siswa
sendiri berikut sanksinya. Semakin sering sekolah mendatangkan pihak kepolisian
pasti berdampak baik karena siswa dapat semakin akrab dengan polisi sehingga
berani melaporkan jika terjadi kekerasan apa pun," ujar Ndun seraya
menambahkan, pihak orangtua (komite sekolah) dapat memfasilitasi hal-hal
seperti mendatangkan masyarakat dan mengundang aparat pemerintah setempat untuk
memberikan perhatian kepada sekolah.
Sementara itu, Yeheskiel Saba,
SE, selaku penanggungjawab keuangan kegiatan Sekolah Ramah Anak di Kota Kupang,
mengatakan, kegiatan ini bekerja sama dengan UNICEF NTT. Dalam kegiatan yang
didanai oleh UNICEF NTT ini, dilaksanakan dalam berbagai kegiatan, misalnya
sosialisasi ke sekolah tentang kekerasan terhadap anak dan seminar. Singkatnya,
Sekolah Ramah Anak ini, amat mudah dan murah dilaksanakan di semua sekolah di
mana pun berada, tetapi hasilnya akan amat mengagumkan ketika kita menyaksikan
(kelak) tidak ada lagi kekerasan terhadap anak-anak oleh siapa pun.
KESIMPULAN : Menurut saya sekolah ramah anak(SRA) itu baik untuk jaman sekarang
karna di jaman sekarang ini sudah banyak kekerasan yang tidak memandang siapa
korbannya itu . apa lagi sekarang Cuma masalah gara-gara ekonomi aja ibu berani
membunuh diri sendiri dan mengajak anaknya juga yang masih belum mengerti
apa-apa.
SARAN : untuk pemerintah cobalah di kembangkan sekolah ramah anak (SRA)
tersebut agar masa depan anak bangsa kita itu lebih cerah untuk memajukan negri
yang kita cintai ini.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar